oleh Musthofa Kamal
Dunia peran (akting) berasal dari kata acting: to act yang berarti “beraksi, berbuat, bertindak”, dalam kamus bahasa Indonesia diartikan proses, cara, perbuatan, memahami perilaku yang diharapkan dan dikaitkan dengan seseorang. Akting merupakan perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh seorang aktor sesuai dengan karakter yang dibebankan kepadanya, tentunya bukan hanya memahami tetapi juga melakukan.
Pendekatan presentasi adalah pendekatan yang didasari oleh definisi di atas tetapi ketika melakukannya di atas panggung, bukan dengan maksud memberikan ilustrasi perilaku yang sudah dipahami sebelumnya. Akting menggunakan kepribadian manusia sebagai dasar metodenya, manusia yang terdiri dari tiga bagian penting, yaitu fisikal, intelektual, dan spiritual yang dalam akting presentasi disebut ekspresi (fisikal), analisa (intelektual) dan transformasi (spiritual).
Dunia peran (akting) merupakan unsur yang penting dalam diri aktor, baik “aktor alam” atau bukan. Aktor alam dapat mengetahui teknik bermain tanpa ada yang mengajarinya secara teratur atau bahkan tanpa membaca buku, sedangkan aktor yang bukan alam mengetahuinya melalui serangkaian pengajaran oleh guru/pelatih atau dengan membaca buku penuntun.
Di dalam mempelajari sebuah karakter ada dua macam teknik, yaitu unik dan umum. Teknik yang unik yaitu teknik timbul dari pribadi seorang aktor yang memang unik – yang pada akhirnya menjadi ciri khas dari aktor tersebut, sedangkan teknik yang umum yaitu teknik yang sifatnya dasar, disusun menjadi sebuah pelajaran berakting, bisa dipelajari, dan bisa dipakai secara umum.
Bagi seorang aktor, kedua teknik di atas akan lebih baik diletakkan pada posisi yang sama. Meskipun seorang aktor sudah mempunyai keunikan tersendiri akan lebih baik disertai dengan melakukan teknik umum yan sifatnya dasar. Dengan begitu seorang aktor akan merasa yakin dalam membawakan dirinya dalam pertunjukan, selalu dapat menguasai yang diajak berkomunikasi, karena ia menguasai alat komunikasinya, meskipun pada akhirnya hanya dengan teknik yang unik seorang aktor bisa memancarkan pribadinya.
Seorang aktor yang hanya mengandalkan unsur estetik saja tanpa memperhatikan teknik bermain hanya akan menjadi gairah yang asyik tetapi tidak komunikatif, terlalu bertele-tele, atau bahkan tidak mempunyai daya tarik. Sebaliknya, seorang aktor yang hanya mengandalkan teknik bermain tanpa memperhatikan unsur estetik tidak akan mampu menyajikan seni bermain yang baik, ia hanya sampai pada efek-efek tanpa keindahan, gubahan yang unik, dan permainan akan terasa kaku.
Ada seorang yang mempunyai banyak pengetahuan tentang teknik bermain akan tetapi sama sekali dia tidak pernah menjadi pemain, hal ini bukan merupakan cacat orang tersebut, melainkan mungkin dia lebih cocok menjadi guru seni drama atau kritikus seni drama. Ada juga seorang yang punya banyak pengetahuan tentang teknik umum bermain, “berbakat”, dan menjadi pemain, akan tetapi pada tingkat perkembangan tertentu permainannya menjadi sangat kering karena hanya sarat dengan permainan teknik saja.
Bagaimana seorang aktor dapat berakting dengan baik? Perangkat apa saja yang perlu dipelajari agar seorang aktor dapat menciptakan akting yang berkualitas? Pertanyaan ini tentunya membutuhkan jawaban yang tidak singkat. Akan tetapi, yang terpenting dan perlu disadari oleh seorang aktor adalah kualitas akting lebih ditentukan oleh aspek dalam diri seorang aktor itu sendiri (unsur nonteknis) yang merupakan modal dasar bagi aktor, sedangkan aspek luar dirinya (unsur teknis: unsur yang dapat dilatihkan secara periodik dan terprogram) hanya merupakan unsur pendukung yang membantu pengolahan modal dasar tersebut.
Aspek dalam diri seorang aktor diwujudkan dalam bentuk semangat dan ketekunan. Dengan bermodal semangat dan ketekunan ini diharapkan aktor akan lebih mudah dalam proses belajar akting. Ada sejumlah unsur nonteknis yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan hal ini.
1. Aktor yang baik adalah pengamat yang baik:
Ketekunan untuk mengamati diri sendiri dan keadaan sekitar merupakan modal dasar yang banyak memberikan manfaat kepada seorang aktor ketika mendapat karakter yang bertolak belakang dengan kepribadiannya. Karena dengan mengamati dengan tekun lingkungan sekitar dimanapun dia berada, maka akan memperkaya perbendaharaan karakter yang dia miliki.
Pengamatatan yang dilakukan tentunya bukan sekedar pengamatan yang asal-asalan, melainkan harus melibatkan sejumlah rasa estetisnya sehingga kadang dapat menghasilkan pengalaman yang jauh lebih sempurna dibalik objek yang diamati. Lingkungan sebagai objek yang diamati harus diperhatikan secara mendetail, harus bisa menangkap sesuatu secara terperinci dan jangan mengesampingkan hal-hal yang sepele. Semuanya itu harus dilakukan dengan ketekunan, semangat pantang menyerah, dan dengan melibatkan rasa estetis yang tinggi.
2. Aktor yang baik mempunyai kecerdasan yang tinggi
Selain memiliki kepekaan observasi terhadap lingkungan, seorang aktor dituntut juga sebagai seorang yang serba tahu, tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Seorang aktor harus cerdas dan memiliki wawasan luas di semua bidang. Wawasan yang dimiliki seorang aktor tidak hanya khusus pada teater saja, tetapi juga ekonomi, budaya, sosial, dan teknologi. Dengan mengetahui sejumlah pengetahuan yang dimiliki, aktor dituntut luwes dan terbuka dalam menerima pengetahuan tersebut. Hal ini akan banyak bermanfaat ketika seorang aktor mendapati karakter yang diperankannya menuntut penyikapan dari sebagian atau semua bidang tersebut.
3. Aktor yang baik mempunyai kesadaran yang baik
Kesadaran yang dimaksud dalam hal ini bukanlah menurut definisi tradisional, yaitu lawan dari “tak sadar” atau “trance”. Kesadaran yang dimaksud adalah kesadaran estetis yang melibatkan sejumlah pengalaman estetis, kesadaran ini berfungsi ketika seorang aktor sedang melakukan proses kreatifnya dalam rangka pencarian sebuah karakter yang akan diperankan.
Seorang aktor harus sadar keberadaan dirinya (karakter alamiahnya) dan karakter yang akan diperankan. Penggabungan dua kutub kesadaran ini akan mewujudkan kesadaran yang universal yang merupakan salah satu inti dalam proses kreatif dalam akting.
Sebagai contoh, ketika seorang aktor harus memerankan karakter orang yang pemarah, padahal karakter dalam dirinya adalah orang yang sabar. Kesadaran estetisnya terletak pada bagaimana seorang aktor memahami karakternya secara pribadi (penyabar), kemudian dihubungkan dengan karakter yang akan diperankan (pemarah). Seorang aktor harus bisa menyadari dan memahami bagaimana karakter orang yang pemarah itu (cara bicaranya, tingkah lakunya, kebiasaannya, dan sejumlah kebiasaan yang biasa melekat pada diri “seorang pemarah”). Hal ini harus ditemukan baik secara fisik atau psikis oleh seorang aktor dalam upaya menemukan karakter yang akan diperankan (karakter model).
Aspek yang harus diperhatikan dalam memerankan karakter model adalah:
· Fisiologis (usia, jenis kelamin, keadaan tubuh)
· Sosiologis (status sosial, pekerjaan, pendidikan, pandangan hidup/agama, bangsa/suku bangsa)
· Psikologis (mentalitas, temperamen, sikap, IQ)
· Tuntutan naskah
Ketiga aspek tersebut harus dapat dieksplorasikan melalui gerak/lakuan dan vokal/ucapan sehingga sang aktor akan terbiasa dengan latar belakangnya di atas panggung. Hal itu dapat diwujudkan dengan beberapa latihan yang berkaitan dengan aspek yang ada pada tokoh model tersebut.
Dalam pemeranan, jika seorang aktor telah melalui proses yang proporsional, artinya telah menjalani latihan-latihan dasar yang menempa tubuh dan kepakaannya hingga mantap dan luwes, kerja keras yang terus menerus dalam proses eksplorasi tidak akan pernah membosankan. Tidak ada kerja kreatif yang membosankan, karena setiap apa yang kita lakukan dan setiap kali kita ulang akan menemukan hal baru dan di sinilah kepuasan dan optimisme tumbuh sebagai hikmah.
Tiga hal yang harus diperhatikan oleh seorang aktor adalah fleksibel, disiplin, dan ekspresif. Keluwesan (flexibility) sangat diperlukan sehingga tubuh dan suara seorang aktor dapat mengekspresikan muatan emosi yang ingin ditularkan kepada penonton. Dalam penggunaannya secara efektif, seorang aktor dalam mengekspresikan sikap, emosi, ataupun suasana dengan ruang lingkup yang lebih luas haruslah dapat mengontrol keluwesannya. Kontrol atau pengendalian ini dapat dicapai melalui pengertian, praktek, dan kepatuhan (disiplin).
Kamis, 28 Agustus 2008
Langganan:
Postingan (Atom)